Pages

 

Wednesday 6 March 2013

TA'ARUF

2 comments

“Maaf mas, tujuan mas menikah itu untuk apa yah?” Tanya seorang akhwat yang sudah terlihat sangat dewasa padaku.
Dia adalah akhwat yang sedang ditaarufkan oleh ustad Doni kepadaku. Umurnya lebih tua dua tahun daripada aku. Dia berumur 29 tahun dan aku 27 tahun. Pekerjaannya sebagai guru pengajar di sebuah Sekolah Dasar di kotanya. Sehingga sikapnya terlihat sangat dewasa.
“Saya itu menikah adalah untuk beribadah kepada Allah. Dan juga untuk menggenapkan sebagian dari agamaku” aku menjawab pertanyaannya dengan spontan dan tanpa berfikir panjang. Karena sebelumnya aku tidak menyangka kalau aku akan ditanya hal – hal seperti itu. Jadi aku menjawab dengan jawaban yang klise.
“Mas, mas kan sudah bekerja dan sekarang melanjutkan kuliah. Jika menikah nanti mas mau tetap kuliah atau bagaimana?” Dengan nada yang lembut dia terus bertanya. Sementara aku semakin kaget dengan pertanyaan – pertanyaan yang muncul dari lisannya.
Mungkin wajahku kini sudah memerah dan pucat. Aku memang kalah dalam forum ini. Aku menyadari ini seharusnya menjadi forum yang aku kuasai. Tapi pada kenyataannya aku malah tersungkur di hadapan orang yang tengah dicalonkan menjadi pasangan hidupku. Aku merasa seperti anak SD yang sedang ditanya sama ibu gurunya karena terlambat datang sekolah. Terdesak dan tak bisa berbuat banyak.
“Saya memang melanjutkan kuliah. Jika nanti menikah maka saya akan tetap melanjutkan kuliah saya. Insya Allah saya bisa mengaturnya”
“Apa mas yakin dengan keputusan mas, memangnya istri mas mau dibawa kemana setelah menikah nanti?”
“Ya saya kuliah karena saya ingin meraih masa depan yang lebih baik lagi daripada seperti saat ini. Saya ingin menjadi pengusaha sukses, apapun itu usahanya. Dan saya yakin kalau kita bersungguh – sungguh pasti Allah akan memberikannya buat kita. Karena Allah itu maha pemberi.”
Terdengar kaku memang jawabanku. Karena dia menanyakan tentang masa depan, maka aku menjawab dengan menjelaskan cita – citaku kedepan. Memang aku sangat berniat sekali menjadi pengusaha sukses meskipun sampai saat ini aku belum tahu usaha apa yang akan aku kerjakan. Tapi selama ini aku diberikan motivasi oleh motivator – motivator, kunci kesuksesan adalah keyakinan dan bersungguh – sungguh.
Sesekali aku melihat wajah akhwat yang ada di hadapanku. Terlihat raut wajah yang tenang pembawaannya. Matanya yang tajam namun tidak menusuk. Teduh seperti awan menutupi terik mentari. Semua itu dibungkus dengan kedewasaannya yang penuh wibawa.
Aku memang menyukainya. Seandainya dia mau menerimaku menjadi suaminya, pasti aku sangat senang. Meskipun dia lebih tua daripada aku, itu tidaklah mengapa karena saat ini aku memang benar – benar ingin menikah.
Tapi aku benar – benar merasa pesimis dia mau menerimaku. Kekalahanku bukan hanya pada sikap dia yang lebih dewasa. Keluarganya pun adalah termasuk keluarga yang terhormat. Ayah dan ibunya pejabat. Semua saudara – saudaranya adalah pegawai yang memiliki gaji tinggi. Dia sendiri adalah seorang guru yang banyak dihormati masyarakat.
Sementara aku hanya karyawan kontrak di sebuah pabrik. Pendapatanku kecil, hanya cukup untuk makan sehari – hari. Sisanya biasanya aku kirimkan ke orang tua di kampung. Orang tuaku juga hanya petani biasa yang miskin. Keseharian mereka bekerja di ladang yang kadang hanya memakai baju yang robek. Rumahku di kampung juga seperti gubuk, belum ditembok hanya bilik bambu yang sudah lapuk. Sangat berbeda jauh dengan kehidupan dia yang serba mewah.
“Begini ya, bapak, ibu dan Siti yang dirahmati Allah. Mas fakhri ini adalah seorang pemuda yang sholeh. Dia sekarang sedang mencari akhwat yang serius untuk dijadikan istrinya. Oleh karena itulah kami datang kesini. Seandainya kalian merasa ada kecocokan, dan akhirnya menikah nanti. Insya Allah, Allah lah yang akan mencukupi kebutuhan keluarga kalian. Kan Allah sendiri yang sudah berjanji” ustad Doni mencoba menengahi wawancara antara si Akhwat dengan aku. Aku merasa lebih tenang sekarang. Karena juru bicaraku yang berbicara langsung.
Memang awalnya yang banyak bicara adalah ustad Doni. Sementara aku hanya terdiam saja bingung mau berbuat apa. Karena memang sebelumnya aku belum pernah berhadapan dalam kondisi seperti saat ini. Aku hanya berbicara jika ditanya saja. Dan yang banyak bertanya malah akhwatnya, bukan orang tuanya.
“Iya ustad, kami sebagai orang tua sih Cuma bisa mendukung saja. Semua keputusan kan berada di tangan anak saya. Kalau sekiranya anak saya merasa cocok, kami juga pasti ikut cocok.” Orang tuanya menjawab dengan sangat bijaksana.
“Ya memang sudah seharusnya begitu. Memang yang berhak memilih kan si akhwatnya. Dalam islam juga kan tidak boleh memaksakan kehendak. Tapi si akhwat juga tidak boleh memasang standar terlalu tinggi. Cukup yang dilihat agamanya saja, maka itu sudah mewakili semuanya”
“Benar sekali ustad, kami juga setuju”
“Begini ustad, mohon maaf untuk saat ini saya belum bisa mengambil keputusan yang pasti. Mungkin dalam beberapa hari kedepan akan saya pikirkan dulu matang – matang. Karena menikah itu bukanlah perkara yang main – main, sehingga harus dipikirkan dengan baik” Siti tiba – tiba menyela pembicaraan antara ustad Doni dengan orang tuanya.
“Oh.. Masalah itu tidaklah mengapa. Memang semuanya juga harus berfikir matang. Baik fakhri maupun antum itu harus mengambil keputusan dengan tepat. Jangan sampai, nanti malah salah mengambil keputusan yang membuat kalian menderita sendiri”
“Iya ustad, terimakasih..”
“Ya sudah kalau begitu. Mungkin dicukupkan saja pertemuan kita kali ini. Silahkan kalian berdua fikirkan matang – matang.
Buat bapak dan ibu, terimakasih sudah menerima kami dengan baik. Semoga dari pertemuan ini bisa mendatangkan rahmat dari Allah subhanahu wata’ala. Dan bernilai ibadah tentunya.
Kami mohon pamit karena masih ada urusan yang lainnya”
“Sama – sama ustad, kami sekeluarga juga mohon maaf jika ada pelayanan kami yang kurang berkenan. Ya kita sama – sama berdoa lah semoga kita selalu diberikan rahmat setiap hari”
“Aamiin. Wassalamualaikum”
“Wa’alaikumussalam”
--000—000—

Dalam perjalanan pulang, Ustad Doni memberikan banyak sekali masukan kepadaku.
“Antum itu tadi terlalu banyak diam, memangnya kenapa?”
“Iya ustad, tadi saya itu merasa sangat gugup sekali. Maklum kan ini baru pertama kalinya saya merasakan hal seperti ini. Padahal ini sudah saya persiapkan sejak lama, tapi tetap saja saya gugup”
“Hmmhh... Berarti antum terkena sindrome tuh, demam taaruf, hehe....”
“Bisa aja ustad,,”
“Tadi itu, pas dia tanya setelah menikah mau bagaimana, harusnya antum bilang : “yang penting nikah dulu sekarang. Kalau kedepannya kita sudah menikah insya Allah Allah yang akan membantu” gitu... Jangan bertele – tele gitu”
“Tadi saya juga bingung mau menjawab apa, jadi ya seperti itulah”
“Kayaknya antum belum siap nikah deh”
“Lho,, ini saya sudah siap ustad......”
“Mendengar jawaban – jawban antum tadi itu loh, meragukan”
“Iya sih, saya juga merasa seperti itu, tapi saya sudah sangat siap kok ustad, ngapai saya minta dicariin coba kalau belum siap?”
“Iya deh percaya,, tapi tadi antum suka ndak sama akhwatnya?”
“Saya sih suka – suka aja ustad, tapi kelihatannya dia itu dewasa sekali ya...”
“Ya itu karena pekerjaannya itu menuntut dia untuk jadi dewasa. Berarti antumnya itu harus bersikalp dewasa juga. Jangan kayak anak kecil..  Hehe..”
“Ah ustad bercanda aja. Saya ini sudah dewasa ustad. Cuman tingkah lakunya aja kayak anak muda terus. Awet muda,, hehe...”
“Yaudah, tinggal tunggu aja keputusannya beberapa hari lagi. Sambil menunggu, antum sholat tahajud yang rajin, istiqoroh juga. Biar dimudahkan oleh Allah dalam mencari jodoh”
“Iya ustad, saya insya Allah melakukan itu terus.”
---000---000---000---

Sudah hari kelima belum juga mendapatkan kabar dari keluarga akhwat. Ada perasaan tidak enak menyelimuti hatiku. Dalam tahajud aku selalu berdoa untuk diberikan jodoh yang terbaik. Jika dia memang terbaik untukku pasti dia akan menerimaku. Namun jika dia bukan yang terbaik, berarti dia menolakku. Allah tahu yang terbaik buat aku.
Sepulang kerja aku mendapatkan sms dari Ustad Doni. Katanya aku diminta untuk datang ke rumahnya. Aku yakin ini pasti ada kabar dari keluarga akhwat.
Aku datang ke rumah Ustad Doni jam delapan malam. Ustad Doni sudah siap – siap memberikan berita kepadaku di rumahnya.
“Assalamu’alaikum ustad..”
“Wa’alaikumussalam, masuk Fakhri”
“Iya ustad, wah gimana kabarnya ustad?”
“Baik, Alhamdulillah. Oya mau minum apa neh? Kopi, susu, apa teh? Tapi air putih aja ya... Hehe...”
“Ndak usah repot – repot ustad,, Apa aja boleh”
“Yaudah sebentar ya saya ambilkan teh manis”
Sementara Ustad Doni membuat teh manis, sebenarnya pikiranku dipenuhi oleh rasa penasaran yang luar biasa. Apakah aku akan segera menikah, atau aku harus mencari – cari lagi.
Kalau aku harus mencari  lagi, maka aku harus bersabar lebih lama lagi. Dan itu artinya aku belum bisa menikah dalam waktu dekat ini. Padahal aku memiliki impian untuk menikah pada tahun ini. Rasanya sudah sangat capek mencari pasangan hidup kesana – kemari belum dapat juga. Ternyata mencari pasangan yang cocok itu sulit sekali.
“Silakan diminum tehnya Fakhri..”
“Iya ustad, terimakasih.”
“Oya, sebenarnya antum disuruh datang kesini itu karena sudah ada kabar dari keluarga akhwat kemarin. Ada dua kabar neh yang perlu saya sampaikan. Mau kabar baik dulu apa kabar buruk dulu?”
“Waduh ustad, jadi ada kabar buruknya juga? Kalau begitu kabar buruknya dulu deh, biar tenang saya”
“Ohh begitu, siap ya..
Begini, setelah mempertimbangkan matang – matang ternyata si Akhwat menolak permintaan antum untuk menikahinya. Pertimbangannya adalah dia merasa bahwa dia itu lebih dewasa dibanding antum. Antum masi seperti anak imut – imut katanya. Karena dia maunya imam yang lebih dewasa juga dari dia, jadi dia belum siap jika harus menjadi istri antum. Itu kabar buruknya.”
“Ohh, jadi begitu yah. Terus kabar baiknya apa stad?”
“Kabar baiknya, jika antum bersabar dan mau terus berusaha insya Allah antum akan mendapatkan pahala yang besar. Dan karena dia bukan jodoh antum, itu berarti dia bukanlah yang terbaik buat antum. Allah akan memberikan yang lebih baik daripada dia”
“Aamiin ustad, ya ndak apa – apa, mungkin dia memang bukan yang terbaik buat saya. Saya terima saja keputusan ini dengan lapang dada. Dan itu artinya saya harus meminta bantuan ustad lagi ini.”
“Bantuan apa fakhri?”
“Ya,,, minta bantuan buat nyariin lagi, hehe...”
“Oh,, itu mah tenang saja, pasti saya bantu.”
“Tapi begini ustad, kira – kira saya harus melakukan apa neh agar saya bisa cepat – cepat mendapatkan jodoh?”
“Begini Fakhri, antum itu harus memantaskan diri antum dulu. Maksudnya antum kan mau menjadi imam buat orang lain. Pantaskan diri untuk menjadi imam buat diri sendiri dulu. Perbaiki tingkah laku antum, jangan seperti anak kecil lagi. Sikap dewasa kita itu menentukan masa depan kita. Kemarin saya lihat antum itu masih seperti anak – anak muda yang belum menikah.
Orang – orang yang masih memiliki sikap kekanak – kanakan sulit dipercaya sama orang, apalagi dipercaya menjadi imam. Karena anak – anak sukanya hanya bermain dan tidak serius. Pernikahan adalah hal yang sangat serius, jadi jangan main – main.”
“Siap ustad,,,”
“Satu lagi tambahan. Bacalah buku – buku tentang pernikahan terus pelajari. Semakin banyak buku yang antum baca, itu semakin baik. Sehingga nantinya antum akan dengan mudah mengetahui tujuan pernikahan yang sebenarnya. Kalau kita sudah tahu tujuan sebenarnya pasti langkah kita dalam mencapai tujuan itu akan semakin pasti.”
“Iya ustad terimakasih atas nasihatnya. Insya Allah saya akan melakukannya dengan serius”
---000---000---000---

Semenjak saat itu aku selalu menjalankan apa yang ustad Doni sarankan. Aku membaca bemacam – macam buku tentang pernikahan. Aku mencoba untuk berubah dan bersikap lebih dewasa daripada biasanya. Semua teman – teman terdekatku merasakan perubahan sikapku itu. Ada yang berpikiran positif, namun ada juga yang berfikiran negatif. Tapi aku tetap ingin berubah.
Hingga kini tanpa terasa satu tahun telah berlalu. Umurku kini sudah 28 tahun. Aku merasa sudah semakin tua.
Setiap kali melihat anak – anak kecil hatiku selalu gundah gulana ingin memiliki anak kecil juga. Setiap kali melihat pasangan suami istri, hatiku tambah galau lagi ingin cepat – cepat menikah. Setiap kali melihat akhwat berjalan, naluriku ingin cepat – cepat taaruf padanya.
Oya saat ini aku sudah bertaaruf dengan lebih dari 10 akhwat, tapi masih ditolaknya. Tapi aku tidak bersedih hati. Aku terus berusaha dan berusaha. Aku belajar dan terus belajar untuk bersabar dan tidak bermaksiat kepada Nya.
Tiba – tiba HP ku berbunyi. Ternyata ada sms dari Ustad Doni.
“Asslm. Bissmillah akhi. Harp sgr ke rumah ada info pnting!”
“Iya ust. Syukron.” Jawabku.

--selesai--

2 comments:

Ummu hafz said...

mana lanjutan kisahnya penasaran aku??????/

Aqsol Madinah said...

Barakallah akhi

Post a Comment

Kalau sudah baca, silakan berkomentar ya...!!