Pages

 

Sunday 10 March 2013

KADO VALENTINE

1 comments
Coklat itu masih kusimpan di dalam tasku. Saat ini aku makin dilanda rasa dilema dalam hatiku. Sebagai laki – laki normal aku pasti memiliki rasa ketertarikan dengan lawan jenis. Memang perasaan ini tidak biasanya. Aku merasa ini belum saatnya aku untuk merasakan jatuh cinta kepada seorang wanita. Mengingat banyak hal yang belum aku capai hingga saat ini. Kuliahku saja masih jauh dari kelulusan, target membuat usaha sendiri hingga saat ini belum terealisasi, dakwah masih belum maksimal. Rasanya aku memang belum pantas untuk memikirkan seorang pendamping.
Aku bersandar pada pohon rindang di dekat danau kumuh di tengah – tengah kota. Menatap juru pancing yang entah sekedar hobi atau apa. Mereka seolah tengah bercengkerama dengan kail yang selalu menemaninya. Ikan – ikan di danau itupun seperti sudah mahir main petak umpet dengan juru pancing tersebut. Hingga tidak jarang kail yang tadinya penuh dengan umpan di ujung jarum, setelah ditarik ternyata umpannya sudah bersih sementara sang ikan menari bahagia di kedalaman. Aku hanya tersenyum melihat tingkah polah mereka. Terkadang mereka ada yang kecewa sendiri karena sial, terkadang harus pulang dengan mengelus dada. Namun tak sedikit yang membawa ikan yang banyak.
Setidaknya pemandangan itu yang mampu untuk meredam rasa galauku saat ini. Rasa yang sesungguhnya tak pernah ingin aku hiraukan dalam hidupku. Namun hari ini sungguh berbeda. Siang ini, entah apa yang mendorongku, aku masuk ke dalam sebuah toko dan mondar – mandir untuk melihat – lihat adakah barang yang menarik untuk aku beli. Dan akupun menemukannya.
“Mas, beli coklatnya dua ya”
“Iya silakan” kata penjaga toko
“Berapa harganya mas?”
“Duapuluh ribu”
“Ohh.. Ini uangnya” sambil ku sodorkan uang limapuluh ribuan.
“Mas,, ndak sekalian dibungkusin kayak yang lain?”
“Ndak usah mas trimakasih”
“Yaudah, ini kembaliannya tigapuluh ribu ya..”
“Iya mas trimakasih”
Aku sebenarnya setengah menyadari apa yang aku perbuat itu. Aku telah terbawa arus yang sangat besar membanjiri anak – anak muda saat ini. Aku memainkan perasaanku dan aku telah kalah menguasainya hingga sekarang aku telah dikuasai oleh perasaan tersebut.
Hari ini adalah 10 Februari 2013. Setiap orang yang melintas di jalan raya kota jakarta ini pasti tidak bisa mengelak dari hingar – bingar valentine day. Semua toko dari mulai toko kecil hingga mall – mall yang megah tengah sibuk mengkampanyekan “hari kasih sayang” itu. Terdengar indah memang di telinga ketika seluruh orang di dunia ini penuh dengan rasa cinta. Tidak ada kebencian di hati mereka di hari yang ditunggu – tunggu itu. Semua insan mulai dari yang muda belia hingga kakek tua renta berlomba – lomba menunjukkan kasih sayang mereka kepada sang kekasih. Hingga akupun ikut terbawa dalam kesendirian ini.
Aku menyadari bahwa aku tidak pernah sekalipun untuk berfikir mengikuti perayaan ini. Namun entah mengapa kali ini aku begitu tergoda dengan keadaan saat ini. Sepertinya mereka telah berhasil menghipnotisku hingga kini, meskipun aku masih memiliki pikiran sadar yang tak berdaya atas perasaan yang membara. Perasaan yang tak pernah aku rasakan sebelumnya. Aku jatuh cinta dengan seorang wanita.
Pak ustad sering mengajariku tentang bagaimana seharusnya kita berinteraksi dengan lawan jenis kita. Sebagai makhluk yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kita telah dilarang untuk berinteraksi secara privat dengan lawan jenis. Karena hal itu adalah dosa besar yang Allah sudah peringatkan di dalam kitab-Nya. Aku sangat memahami hal itu. Bahkan hal itulah yang selalu aku pegang teguh dalam hidupku. Bahwa jika kita menyukai lawan jenis kita, kita tidak boleh mengajaknya untuk bermaksiat kepada Allah, seperti pacaran, berzina, dan lain – lain. Melainkan kita harus segera melamarnya dan menikahinya. Aku sangat memahami itu.
Namun kini aku telah merasakan sendiri perasaan itu. Aku jatuh cinta namun aku belum siap untuk melakukan pernikahan. Aku juga tahu jika seperti ini kita harus berpuasa, akupun sudah berpuasa namun tetap saja rasa itu masih ada dan tak hilang. Kini aku tengah bimbang dan seolah di persimpangan jalan. Apalagi suasana yang selalu mendorongku untuk beralih prinsip. Aku tak mau menyalahi prinsipku sendiri apalagi agama, namun kini aku malah membelikan hadiah. Aku bimbang.
-------------------000------------000---------------------------


“Ohh tidak.... Aku harus melawan... Aku harus melawan perasaan ini!!”  Tekadku dalam hati.
“Aku tidak mau dibilang munafik. Selama ini aku selalu mengatakan kepada orang – orang banyak bahwa pacaran itu dilarang agama, pacaran itu dosa besar. Apa jadinya jika mereka semua tau kalau aku memberikan hadiah valentine kepada seseorang wanita?”.
Pertentangan itu terus saja bergejolak di dalam dada kadang terbang naik menuju ke kepala. Aku merasa terjadi peperangan di dalam tubuhku, hingga tubuhku ini terasa panas dingin. Pikiranku kacau dan kadang terasa pusing tapi bukan sakit kepala. Perasaan pusing yang aneh menembus tempurung kepalaku dan menusuk ke pusat otakku. Aku tak berdaya menghadapi perasaanku sendiri. Perang dingin antara pemikiran dan perasaan ini terus berlanjut. Sementara tubuh ini terus saja mengikuti langkah kaki yang gontai. Sendiri berjalan di tepi trotoar di tengah kota yang ramai.
Aku ingat tak jauh dari sini ada danau yang sering dikunjungi oleh para pemancing. Mungkin disana aku bisa menemukan ketenangan dalam hati dan pikiranku ini. Untuk sekedar mengontrol dentak jantungku yang membuat dada ini semakin panas. Aku terus saja melangkahkan kaki yang lelah ini ke danau yang aku maksud tadi. Kadang ku seret kaki sebelah langkah, kadan berlari kecil. Hingga tak berapa lama aku sudah sampai di jalan dekat danau tersebut. Terlihat banyak pedagan kaki lima yang mangkal di trotoar dekat danau tersebut. Menunggu panggilan dari para pemancing untuk sekedar memesan kopi atau minuman dingin. Jika ada yang mau pesan minuman maka tinggal panggil saja dengan kode  tertentu, maka mereka akan segera datang untuk membawakan pesanannya itu.
Aku melintas diantara gerobak – gerobak pedangan kaki lima tersebut. Kucari jalan untuk masuk ke tepian danau tersebut ternyata tidak ada. Aku ingin bertanya dengan para pedagang itu namun aku merasa sedang malas untuk berbicara dengan siapapun. Tidak jauh dari situ kulihat jejak – jejak kotor di pagar pinggir danau tersebut, menandakan bahwa orang – orang masuk menaiki pagar tersebut. Akhirnya aku mengikuti jejak mereka menaiki pagar dan masuk ke lokasi danau tersebut. Aku naik ke pagar pembatas danau dan trotoar itu, beberapa pedagang terlihat melirik ke arahku namun aku acuh saja. Langsung saja aku masuk ke area danau tersebut. Terlihat disana para pemancing sudah mengambil posisi masing – masing. Ada yang di pojok pinggir danau, ada yang naik perahu terbuat dari bambu ke tengah – tengah danau, ada yang di akar pohon yang menjulang ke danau.
Aku masuk dan mencari tempat yang sesuai dengan suasana hatiku atau minimal dapat membuat tenteram perasaan ini. Kutelusuri tepian danau tersebut. Terdapat pemandangan yang khas disini. Air danau yang tenang membuat air seperti kehijau – hijauan. Di tepian air seakan dijajah oleh berbagai barang yang tak layak disitu. Keindahan rumput yang hijau terinjak oleh berbagai benda asing yang membuat mata semakin enggan melihatnya. Botol yang terapung – apung melambai kepada pengunjung untuk diangkat ke daratan. Plastik – plastik dari berbagai merk makanan terpampang seolah berlomba memasang iklan disana. Tak kalah dedaunan kering yang setengah membusuk menambah aroma khas kian terasa.
Aku disini tak lagi mempedulikan hal itu. Jika kupikirkan lagi keadaan alam ini maka akan semakin kacau pikiranku yang sudah kacau ini. Maka aku hanya berjalan dan berjalan menyusuri tepi danau tersebut. Pandanganku kosong tak terisi. Seolah menyisakan ruang di mata ini untuk satu tempat yang pas. Pas dimata, di hati, dan di pikiran.
Dalam kekosongan itu tanpa terasa aku berjalan mendekati seorang pemancing yang asik di bawah pohon mahoni yang masih muda. Hampir – hampi aku mennginjak tangan bapak – bapak tersebut. Sebelum akhirnya dia menyapaku.
 “Mas,, Mas mau cari apa? Mau mancing?”
“Ohhh.... Ndak pak, aku cuman mau lihat – lihat saja pak suasana disini, cari tempat yang sejuk” aku terkejut mendengar suara tukang pancing tersebut.
“Ohh,, kalau gitu kesana tuh,,, disitu,,, biasanya orang2 pada kesitu. Enak tempatnya mas”
“Iya pak terimakasih...”
“Tapi hati – hati ya,,”
“emang kenapa pak?”
“Mas kan sendirian,,, nanti didatengin ama penjaga situ lohh... Hehe...”
“Ah bapak bisa aja,, saya langsung kesana ya...”
“Iya sudah lah..”
Aku menuju ke tempat yang ditunjuk sama bapak – bapak tukang pancing tersebut. Sampai disitu memang tempatnya cukup bagus. Pohonnya rindang dan disini terlihat lebih bersih daripada di tempat yang lain. Namun lagi – lagi aku menemukan ke khassan dari tempat ini. Banyak tulisan dimana – mana. Di dinding batu tempat duduk hingga di pohon terdapat banyak sekali tulisan – tulisan aneh.
“Andi Love Tia”
“Wajahmu berontok”
“Kutunggu jandamu”
“Jangan selingkuh”
Blablabla... Banyak tulisan – tulisan sejenis yang tak tau siapa seniman yang membuatnya. Sejenak melihat ini terasa lucu di pikiranku. Sempat juga terfikirkan bagaimana kalau aku yang menulisnya, tapi tidak mungkin. Aku tak mungkin senista ini menulis kata – kata cinta di tempat umum yang tidak jelas. Aku ingin menuliskan kata – kata cintaku di tempat yang paling indah.
Aku terbangun kembali pada pertarungan batinku. Sejenak melupakan itu tak membuat tenang pikiranku itu. Aku merasa butuh ketenangan yang lebih. Lebih tenang daripada danau yang tak berombak. Lebih tenang daripada malam yang tak berbintang. Yah setenang itu. Hening pagi di basuh dengan tetesan embun yang tak bersuara. Aku mulai berimajinasi. Kupu – kupu terbang tanpa melodi yang mengiringinya. Menancap di bunga yang siap memberikan segalanya kepadanya. Aku mulai menghitung kepompong di antara dedaunan yang penuh lubang. Aku terduduk tenang. Namun sesekali terbangun mendengarkan perang antara malaikat dan setan di otakku. Hingga saat ini.

---------------000-----------000-------------000------------


“Allahu akbar Allahuakbar... Allahu akbar Allahuakbar”
Aku terkejut seketika mendengar suara adzan yang berkumandang. Tanpa terasa aku terlelap menikmati rasa galauku hingga alam bawah sadar. Kesunyian di sekitar sini memang mampu menghipnotis perasaan manusia. Aku terbawa angin yang berhembus sepoi mengalir diantara dedaunan menimbulkan suara berisik yang nyaman di telinga. Cahaya yang menembus dedaunan seakan mengintipku dari langit sana menambah hawa sejuk yang diteteskan oleh pepohonan. Panas berbalur kesejukan menghasilkan rasa hangat namun semilir, nyaman rasanya dirasa.
Kulihat tasku yang terlepas saat ku lelap tadi. Kubuka isi tasku itu sekedar memeriksa sesuatu. Ternyata cokelat itu masih ada. Dua batang cokelat kacang yang kubeli di toko itu sekarang masih utuh. “Syukurlah” dalam hatiku tenang. Meskipun aku masih bingung apakah aku harus memberikan cokelat itu atau tidak.
Suara adzan sudah selesai, aku harus segera pergi ke masjid untuk sholat ashar. Segera kugendong tasku dan aku lari – lari kecil menuju sumber suara adzan yang baru saja berkumandang. Sesampainya di depan masjid suara “iqomah” terdengar dari luar, menandakan bahwa sholat segera didirikan. Aku bergegas menuju ke tempat wudhu untuk mensucikan diri. Setelah itu aku langsung masuk menuju shaf yang masih kosong. Terlihat disana jamaah sholat masih sangat sedikit, hanya satu shaf di belakang imam. Itupun yang sholat semuanya adalah orang – orang yang sudah sepuh. Ya memang sudah seharusnya mereka itu lebih taat dibanding dengan yang masih muda – muda. Tapi sungguh ironis rasanya kalau yang datang ke masjid hanya sesepuh saja. Kemana para pemudanya?. Ah mungkin mereka masih sibuk dalam pekerjaannya pikirku. Pasti mereka sholat di tempat kerja masing – masing.
Aku segera mengangkat kedua tangan dan bertakbir “Allahu akbar”. Mengikuti sholat berjamaah dengan khusyuk. Suasana hening menambah rasa khusyuk dalam sholatku. Aku merasakan seolah gunung es telah mencair dalam dadaku. Menyirami aliran darahku yang panas memerah. Menyentuh setiap titik pori – pori kepalaku. Aku merasa begitu tenang dalam sholatku kali ini. Kulantunkan lafadz demi lafaz dalam setiap gerak sujudku, menambah dalam rasa tenangku. Aku lupa kalau beberapa menit yang lalu itu aku merasa galau. Merasa bagaikan gunung berapi yang sedang menunjukkan ke aktivannya.
Dalam sholat itu. Allah seperti telah menurunkan malaikat khusus buatku menjadi tenang setenang dedaunan pagi yang tak tersentuh angin. Sungguh sebuah rasa yang tak ingin aku lepaskan sampai kapanpun. Meski laut ditumpahkan ke arahku atau gunung mengirimkan wedus gemgelnya  ke tempatku. Aku tak akan beranjak dari sholatku ini.
Usai sholat perasaanku jauh lebih tenang dari sebelumnya. Aku merasa Allah baru saja memberikan aku jalan keluar yang terbaik. Namun aku harus mencari tahu lebih dalam lagi karena tadi masih belum jelas. Kulanjutkan dengan berdzikir memuji Allah yang maha membolak balikkan hati. Kali ini tak mengapa kupanjangkan dzikir ini untuk meminta pertolongan dari-Nya. Aku sudah mengerti keputusan apa yang sebenarnya harus aku ambil. Namun aku hanya butuh kemantapan dalam pikiranku itu. Pengalaman sholat yang luar biasa tadi memberikan aku sedikit pencerahan tentang keputusanku nanti.
Sekali lagi aku merasa bahwa aku memang salah, tapi perasaanku itu lebih besar dibanding rasa salahku. Aku tahu mendekatinya aku tidak boleh, namun perasaan ini tak mau diajak kompromi. Mungkin inilah yang dirasakan oleh beberapa nama besar seperti Napoleon Bonaparte, Samsons, dan Romeo ketika mereka harus terjatuh gara – gara wanita.

-----0000-----000-----0000-----


Sejak pertama aku melihatnya memang aku merasakan hal yang berbeda dengan yang lain. Perempuan itu telah mampu menggugah perasaanku yang telah lama tak kuhiraukan. Perempuan dengan kerudung syar’i nya yang tak terlalu mencolok telah membuat goresan kecil dihatiku. Goresan yang tak ingin aku sentuh dengan tangan biasa.
Tingkah lakunya yang biasa – biasa saja namun mempesona. Matanya yang hampir tak pernah menatap langit membuatku semakin kagum dengannya. Jarang sekali kulihat perempuan seperti dia saat ini. Aku merasa hanya orang seperti dialah yang akan aku jadikan pendamping hidupku. Seandainya perempuan yang seperti dia itu banyak tentunya aku tidak akan khawatir. Tapi permasalahannya adakah yang lain seperti dia. Aku tak mau menjawab ada. Seolah hatiku ingin meniadakan kemungkinan selain dia. Ya hanya dia, tidak yang lain.
Entah mengapa saat bertatap dengannya meskipun hanya satu detik saja, aku merasakan bahwa dia juga memiliki perasaan yang sama terhadapku. Aku merasa kalau dia juga berharap aku akan mengungkapkan perasaan ini kepadanya. Ahh... Ini hanya perasaanku saja mungkin. Aku memang sok ke Ge Er an, merasa disukai padahal belum tentu dia suka sama aku. Sungguh misterius yah perasaan itu. Namun perasaan itu selalu muncul tatkala aku bertemu dengan dia. Gadis yang tidak hanya sholeha namun juga cerdas. Selalu bisa menyelesaikan tugas yang diberikan kepadanya dengan sempurna. Semakin membuat perasaanku tersayat – sayat indah.
Sungguh dari tadi aku sibuk memuji – muji dirinya. Mungkin jika dia mengetahui aku selalu menyanjung dirinya dia akan marah padaku dan aku akan merasa malu yang tak pernah habis. Aku tahu dia bukan sosok yang mudah menerima pujian apalagi dari lelaki yang memang bukan siapa – siapanya. Oleh karena itu aku tak akan bercerita kepada siapapun kalau aku mengaguminya. Aku memutuskan untuk mencintainya dalam diam. Entah sampai kapan aku mampu mengendapkan perasaan diamku ini. Karena aku memiliki keyakinan bahwa ini tidak akan bertahan lama.
Ternyata benar. Menahan cinta dalam – dalam ternyata sangat sulit. Meskipun jangkar berpuluh – puluh ton diikatkan dengan perasaan itu, namun rasa itu tetap saja muncul ke permukaan. Aku jadi merasa bahwa aku adalah pemuda yang lemah. Aku tidak bisa menahan naluriku untuk mencintai lawan jenis. Aku tidak sekuat sahabat Ali yang mampu memendam cintanya kepada Fatimah hingga datang waktu yang tepat. Aku sekarat.
-----000----000----000----

Aku terlalu khusyuk dalam doaku, hingga tanpa sadar seluruh jamaah sudah meninggalkan masjid. Suasana masjid sudah sunyi kembali selepas sholat. Namun kesunyian ini malah menambah keyakinanku akan keputusan ini. Kulihat jam di dinding masjid menunjukkan angka 16.30 itu artinya aku telah mengadu kepada Allah selama lebih dari satu jam. Tidak terasa memang jika kita berada di dekat Allah. Segalanya menjadi semakin cepat, terutama waktu. Dialah pemilik waktu yang tak pernah lengah sedikitpun menjaganya. Dia pula yang berkuasa untuk memanjangkan atau memendekkan waktu dalam kehidupan ini.
Bergegas aku beranjak dari tempat dudukku setelah berdzikir. Aku segera keluar meninggalkan masjid itu untuk pulang ke rumah. Kulihat di luar ada seseorang lelaki tua yang sedang duduk menyender ke tiang depan masjid. Aku duduk di samping laki – laki tua tersebut karena sepatuku berada di dekat orang itu. Ternyata orang itu sedari tadi telah memperhatikanku dari luar masjid. Dia seolah mengerti akan apa yang baru saja aku adukan kepada Allah. Dia bisa membaca gerak tubuh seseorang, termasuk diriku yang sedang kacau pikirannya.
Diulurkannya tangan kanannya untuk menyalamiku. Kini kami benar – benar bertatap muka satu sama lain. Dia menatap tajam kepadaku, aku tak bisa membalasnya karena dia begitu berwibawa. Ku tundukkan wajahku merasa kalah. Aku merasa dia bukanlah orang yang biasa – biasa saja. Tanpa aku minta dia kemudian menasihatiku.
“Apa yang kau rasakan saat ini, juga pernah dirasakan oleh jutaan umat manusia di dunia ini. Diantara mereka ada yang bisa melewatinya, namun tidak sedikit yang akhirnya hancur”
“Iya pak, aku tak ingin menjadi bagian yang kalah dalam peperangan ini. Adakah jalan keluar dari ini semua pak?”
“Semua jawaban ada di dalam hatimu, namun jangan terlalu dangkal memahami hati kecil. Gunakanlah pikiran antum untuk menimbang perasaan mana yang sebenarnya baik buat antum. Karena hati tanpa otak, bisa membuat kita hancur perlahan – lahan.”
Kata – katanya begitu dalam menusuk ke dalam hatiku yang terbakar. Namun tusukan itu malah menyembuhkan luka yang kian menganga. Entah apa yang aku dapatkan dari nasihatnya itu, aku tak dapat mengungkapkan perasaan yang aku rasakan saat ini. Hatiku terasa sejuk tersiram oleh pagi yang berkeringat embun. Kepalaku dingin tepercik cipratan glester yang mengalir dari gunung – gunung es. Pemikiranku kembali muda dan tak mudah terkena polusi otak yang membakar ubun – ubun.
Akhirnya aku menyadari bahwa selama ini aku hanya dikuasai oleh perasaanku. Selama ini aku mengabaikan pemikiranku dan lebih cenderung menuruti hawa nafsu. Sehingga aku dilanda kekacauan seperti ini. Perasaan cinta yang tanpa diiringi akal sehat hanya menghasilkan keterpurukan dalam hidup.
Inikah jawaban dari doa – doaku yang baru saja aku panjatkan. Subhanallah, Allah ternyata sangat menyayangiku dan tidak ingin aku terjerumus ke dalam kemaksiatan lebih dalam lagi. Aku menyadari sekarang, betapa banyak pemuda – pemuda di dunia ini sudah terlena dengan perasaan mereka tanpa berfikir jernih. Lihatlah saat ini, bulan Februari selalu didengung – dengungkan sebagai bulan penuh dengan cinta. Dihiasi dengan warna – warni yang mampu menghipnotis jiwa – jiwa muda yang hampa pemikiran. Dibalut dengan aroma menggoda suasana cinta. Sungguh mempesona, hati siapa yang tak tergoda dengan puisi – puisi indah yang dilagukan. Hingga pemuda – pemuda menjadi terlena olehnya.
Padahal jika saja kita mau berfikir sedikit saja. Cinta tidak memerlukan waktu khusus. Cinta bisa kita berikan kapan saja kita mau. Namun cinta juga punya aturan main. Bagi sebagian insan, cinta itu adalah pemuas nafsu semata. Mereka memaknai cinta dengan mata yang begitu sempit sesempit mata yang sudah sipit. Bagi sebagian yang lain, cinta adalah millik sang pencipta. Sang Maha Pemilik cinta yang mampu membolak balikkan hati. Sehingga mereka menyerahkan seluruh perasaannya kepada Dia. Biarkan Dia yang mengatur cinta ini, manusia hanya mengikuti jalan yang memang sudah ditentukan arahnya. Cinta telah diatur oleh-Nya dalam kitab – kitab agung yang penuh dengan mukjizat. Aturan – aturan itu telah nampak jelas tertulis untuk semua insan menapakkinya. Cinta yang sejati bukanlah cinta yang berdasarkan hawa nafsu semata. Namun cinta sejati adalah cinta yang bisa mengantarkan kita ke surga. Begitulah tertulis dari-Nya untuk kita.
Cinta sejati tak mungkin di dapat dengan mudah tanpa adanya pengorbanan. Seseorang pemuda yang menyatakan cintanya kepada seorang wanita dengan cara yang indah, tidak bisa dikatakan cintanya itu adalah cinta sejati selama tidak ada akad untuk menghidupinya sampai seumur hidup. Alangkah lucunya ketika cinta itu bisa diumbar kepada siapa saja. Alangkah rendahnya ketika cinta hanya sebatas rasa senang melampiaskan nafsu semata. Cinta sejati hanya akan kita dapatkan manakala kita telah bersumpah terhadap orangtuanya untuk menjaganya dan melindunginya seumur hidup, bukan untuk mengajaknya bersenang – senang untuk sementara.
Akhirnya aku sadar bahwa hari ini bukanlah hari yang terbaik buatku. Hari ini aku telah kehilangan imanku untuk sesaat. Ya Allah, maafkanlah aku yang tak bisa menjaga hati ini. Aku menyadari dosa yang akan aku dapatkan ketika aku ikut bersama mereka yang merayakan valentine day. Saling berbagi hadiah, cokelat, bunga, makanan dan lain – lain. Sekecil apapun pemberian kita untuk merayakan valentine day, maka dosanya sama saja dengan mereka yang merayakannya dengan penuh kebebasan.
Apa bedanya aku dengan mereka yang tidak memiliki iman kepada Allah jika aku ikut merayakan hari besar mereka. Padahal ini adalah hari raya yang biasa mereka lakukan. Ya mereka adalah orang – orang non muslim yang tidak beriman. Mereka bebas merayakan hari valentine dengan berzina dengan orang lain, gonta – ganti pasangan, tukar menukar istri, naudzubillah. Sungguh aku takut akan peringatan Rosululloh bahwa “Barangsiapa yang meniru suatu kaum maka dia termasuk di dalamnya”. Aku tidak mau disejajarkan dengan orang yang tidak beriman.

---000---000----0000----

Jam 17.00 tanpa terasa aku berbincang dengan orang yang sangat luar biasa. Yang menunjukkan aku kembali kepada hidayah Allah. Aku memutuskan untuk kembali pulang ke rumah. Dalam hatiku sudah mantap untuk menyikapi perasaan ini. Aku sudah memperhitungkan langkah demi langkah yang akan aku tempuh dengan perasaan ini. Cokelat yang aku beli masih aku simpan di dalam tas ini. Entah siapa yang akan menikmati cokelat ini, yang pasti bukanlah wanita sholeha yang berjilbab itu.
Sepanjang perjalanan, di angkutan umum aku terus berfikir. Seandainya aku tetap menuruti perasaanku ini, mungkin bukanlah kebahagiaan yang aku dapat. Malah bisa jadi hal yang tidak terduga sebelumnya bisa terjadi. Saat ini seolah aku sudah menemukan kebahagiaan tersendiri dengan kebenaran ini. Kebenaran yang aku temukan kembali di rumah Allah.
Aku mulai berfikir, jika aku memaksakan untuk tetap memberikan ini kepada gadis itu, pasti tidak akan diterimanya. Aku tahu dan sangat faham dengan ke istiqomahan dia dengan agama islam. Dia gadis yang tidak mungkin akan melanggar peraturan yang datang dari Tuhannya. Dia juga tidak akan mungkin merayakan valentine day. Ahh.. Aku jadi merasa bodoh sejenak. Aku malu pada diriku sendiri. Harusnya aku berfikir seperti ini semenjak tadi pagi, sehingga aku tidak akan merasa galau seperti tadi. Dia itu gadis baik – baik, dan pasti akan menjadi pasangan buat orang yang baik – baik pula seperti janji Allah. Jika aku ingin mendapatkan dia maka aku harus memperbaiki diri.
Keesokan harinya mulai berjalan normal kembali. Perasaanku sudah sangat tenang kembali. Tanpa sengaja aku melihat gadis berhijab itu berjalan menundukkan kepalanya. Aku masih memendam rasa cinta dan kagumku kepadanya. Aku tak akan mengambil resiko untuk mengotori perasaanku ini dengan hal – hal yang menistakan. Aku tau nanti akan ada suatu hari yang pas untukku mengungkapkan rasa ini. Hari ini biarlah matahari berjalan seperti biasanya dari timur ke barat. Dan akupun akan terus berjalan dengan siang dan malam yang mengikutiku. Sementara perasaanku ini akan aku pendam terus sampai nanti. Dan tidak akan ada seorangpun yang mengetahui kecuali aku dan Tuhanku.
Dan cokelat itu masih kusimpan dan akan aku berikan pada waktu yang tepat.

1 comment:

Unknown said...

tambahan untuk menarik hati pacar kado istimewa dan belum famous

Post a Comment

Kalau sudah baca, silakan berkomentar ya...!!