Jamin dan Sri hanya duduk terdiam sambil mendengarkan penjelasan dari Pak Amung. Di sebelah Pak Amung duduklah Ibu Siem istrinya yang begitu serius menyimak pembicaraan suaminya itu.
“Maaf dik Jamin, kami orangtua Sri bukan tidak setuju dengan pernikahan kalian, tapi ini demi kebaikan kita bersama” Pak Amung berkata dengan nada serius.
“Tapi pak, kami ini sudah saling cinta sejak masih kecil” Jamin menjelaskan dengan rasa sedih.
“Iya dik Jamin, kami mengerti, kami juga pernah muda seperti kalian. Tapi masalah ini tidak bisa kami kompromikan. Keputusan kami tidak akan berubah” .
“Kenapa pak? Apa tidak ada cara yang lain agar kami tetap bisa menikah?”.
“Tidak bisa dik, kami tidak mau mengambil risiko” Pak Amung tetep kekeuh pada pendiriannya.
Malam itu terasa sangat serius di rumah itu. Jamin yang bermaksud mau melamar Sri, pacarnya yang sudah lama dicintainya, tidak mendapatkan persetujuan dari kedua orangtua Sri. Masalahnya kedua orangtua Sri ini orangnya sangat patuh terhadap aturan Adat. Dalam pernikahan mereka selalu menghitung jodoh dari hari kelahiran masing – masing, dan ini masih sangat kental di daerah jawa. Menurut perhitungan orangtua Sri, mereka tidak berjodoh karena Jamin lahir pada Jumat kliwon, sedangkan si Sri lahir pada Kamis manis. Orangtua Sri yang masih percaya dengan adat semacam itu tidak mau mengambil risiko. Karena menurut mereka, jika pernikahan tetap dilakukan maka pernikahan itu tidak akan bahagia selamanya.
Akhirnya malam itu Jamin pulang dengan perasaan sedih yang luar biasa. Hatinya bagaikan hancur berkeping – keeping dan menjadi pecahan kecil yang tajam menusuk dadanya. Dia tidak percaya kalau cinta yang sudah dijaga selama beberapa tahun bisa kandas hanya karena hari kelahiran. Alasan ini dimata Jamin terasa tidak masuk akal. Bagaimana mereka bisa tahu kalau nanti tidak akan bahagia. Padahal mereka sudah saling mencinta sejak Sri sekolah di SMP,dan sekarang Sri sudah lulus SMA dan sudah bekerja pula.
“Sudahlah ndu,, jangan bersedih, mungkin kalian memang tidak berjodoh” bu siem menenangkan anaknya.
“Tapi aku tetap tidak bisa terima bu….” Sri menangis.
“Ibu tahu, tapi kan bapak sudah menjelaskan kalau ini demi kebaikan kalian juga nantinya”
“Tapi kami sudah berpacaran lama, kenapa disaat seperti ini baru kalian kasih tahu ini?”
“Iya ini memang kesalahan kami, tapi kamu yang sabar ya ndu,,, semua pasti akan baik – baik saja. Udah yaa,,,, jangan nangis terus”. Ungkap ibu siem dengan lembut.
Namun Sri tetap tak bisa menahan linangan airmata yang begitu deras keluar dari matanya. Sri merasa terpukul sekali mendengar penjelasan dari bapaknya. Tidak berbeda jauh dengan si Jamin yang juga merasa sangat sesak di dada. Malam itu bagaikan malam penuh badai buat perasaan Sri dan Jamin. Mereka tidak sanggup menerima kenyataan kalau cinta mereka itu tidak mendapat restu dari bapaknya Sri. Semalaman penuh airmata Sri tidak habis habisnya. Jamin juga tidak dapat tidur nyenyak sepulang dari rumah Sri. Pikirannya seakan gelisah tiada menentu. Malam itu dirasakan sebagai malam terpanjang dalam hidup Sri dan Jamin. Malam itu yang bintangpun bersinar dengan terangnya, tapi bagi mereka langi begitu gelap tertutup awan yang pekat.
**** ****
“Dik,, aku masih sayang sama kamu”
“Iya mass.. tapi orangtuaku kan sudah bilang semalam kalau dia tidak setuju”
“Nih buat kamu” Jamin menyodorkan sesuatu kepada Sri.
“Apa ini mass?”
“Buka saja”
Sri terkejut, ternyata yang diberikannya adalah sebuah cincin emas. “Buat apa ini mass??”
“Itu sebetulnya mau aku kasih tadi malam, tapi keburu orangtuamu bilang begitu jadi aku simpan aja dulu” Jamin senyum.
“Kan orangtuaku tidak ss…..”
“Sssstt…….” Jamin mencoba menyela kata – kata Sri.
“Dik, dengarkan aku! Aku sayang sama kamu dik, dan aku tidak mau berpisah denganmu hanya gara – gara alasan yang tidak logis seperti semalam”
“Tapi mass….?” Sri gelisah.
“Kita coba buktikan sama orangtuamu bahwa pandangan mereka itu salah” Jamin meyakinkan Sri.
“Iya tapi caranya gimana mass?”
“Kita nikah secara diam – diam saja, nanti setelah beberapa lama baru kita mengakuinya”
“Aku tidak berani mass… aku takut sama bapakku”
“Nda usah takut,, ini demi kebaikan kita dik, demi cinta kita!”
Awalnya Sri agak ragu untuk mengikuti kemauan kekasihnya itu. Dia masih bingung antara menuruti orangtuanya atau menuruti cintanya. Akhirnya Sri mengikuti kata hatinya. Dia akan menuruti cinta yang sudah lama dia jaga. Sri pergi meninggalkan orangtuanya tanpa pamit dan menikah secara diam – diam di tempat salah satu keluarga Jamin di kota yang jauh.
**** *****
Lima tahun kemudian. Sri sudah dikaruniai satu orang anak, tapi malangnya anak Sri ini memiliki kelainan. Anaknya itu dilahirkan secara prematur dan harus dioperasi sesar. Dan sekarang anaknya yang sudah hamper lima tahun masih belum bisa berjalan. Kalau kata orang dia itu harus bertemu dengan neneknya dulu baru bisa sembuh. Oleh karena itulah Sri mengajak suaminya Jamin untuk pulang kerumah orangtuanya, sekalian meminta maaf karena dulu telah pergi dan menikah secara diam – diam. Awalnya Jamin menolak ajakan istrinya itu, tapi karena demi anaknya akhirnya Jamin menyetujuinya.
Sesampainya di kampung, Sri langsung berjalan menuju ke rumahnya. Dilihatnya di sekeliling rumahnya kelihatannya sepi. Sri mencoba memanggil – manggil juga tidak ada jawaban. Akhirnya Sri memutuskan untuk mencari tahu di rumah tetangga sebelah, siapa tahu mereka sedang main kesana. Pergilah sri kerumah mbok Nah, tetangga sebelah yang dulu Sri sering bermain dirumahnya. Setelah mengetuk pintu, keluarlah mbok Nah yang sudah kelihatan semakin tua.
“Sri…..?” mbok Nah menatap Sri dengan kaget
“Iya mbok, ni aku pulang bersama anakku dan suamiku..”
“Aduuh srii… kenapa kamu dulu harus pergi sri..?” mbok nah menangis.
“Mbok, kenapa menangis?” Sri semakin penasaran.
“Seandainya dulu kamu tidak pergi sri… mungkin ini semua tidak akan terjadi”
“Memangnya ada apa mbok?”
“Dulu pas mengetahui kamu pergi, jantung bapakmu kambuh, dan setelah dibawa ke rumah sakit dokter tidak bisa menyelamatkannya” sambil menangis mbok Nah bercerita.
(Deg…..!!) Sri kaget dan sangat sedih mendengarnya.
“Trus ibuku kemana mbok…?” mata Sri mulai berkaca – kaca.
“Sabar nak ya… ibumu setelah bapakmu meninggal dia kelihatan sangat sedih, jarang makan, dan selalu menangis memanggil namamu”
“Iya terus sekarang dimana??” Sri penasaran….
“Ibumu sudah menyusul bapakmu…….” Jawab mbok Nah dengan suara lirih.
Selesai.
Thursday, 30 June 2011
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment
Kalau sudah baca, silakan berkomentar ya...!!