Bismillahhirrohmaanirrohiim
Alhamdulillah setelah perjalanan yang begitu panjang dan melelahkan, akhirnya aku sampai di tujuan dengan selamat, tidak kurang suatu apapun. Meskipun perjalanan ini terasa melelahkan, namun jejak – jejak kisah yang terekam serasa tidak akan terlupakan dalam memori di kepalaku. Banyak cerita yang mengiringi sekian jam perjalanan dari pulau yang sangat kaya raya menuju kepada tanah kelahiran yang selalu dirindukan.
Seperti tahun – tahun sebelumnya, di setiap akhir bulan ramadhan ada sebuah tradisi yang memang sudah mengakar di negeri Indonesia yaitu mudik. Dan mudik kali ini ada sedikit hal yang berbeda. Aku mudik bersama – sama dengan keluarga kakakku, dengan dua orang keponakan yang lucu – lucu.
Perjalanan kami dimulai dari menaiki sebuah pesawat terbang. Karena jangkauan perjalanan kami sangat jauh, jadi pesawat terbang menjadi sarana yang tak bisa ditinggalkan. Seperti biasa, ada sebuah hal yang sangat menakjubkan yang aku lihat setiap kali aku berada di dalam pesawat terbang. Pemandangan menakjubkan yang aku maksud bukanlah para pramugari yang cantik – cantik dan ramah, karena menurut aku itu adalah hal yang biasa. Tapi ada hal yang lebih dari itu, ada sebuah hal yang mungkin bagi semua orang adalah hal yang biasa, tapi menurut aku itu adalah hal yang sangat menakjubkan. Dan itu bisa kita rasakan ketika kita berada di atas ketinggian. Sebenarnya tidak dilihat dari ketinggian juga bisa, tapi lebih terasa menakjubkan ketika itu dalam ketinggian. Hal itu adalah awan.
Setiap kali di dalam pesawat terbang di ketinggian yang setabil, sejauh mata memandang di jendela yang ada hanyalah kumpulan awan – awan yang membentang mengisi hamparan langit yang sangat luas. Ada sebuah pertanyaan kecil yang mungkin sangat menggelitik, pertanyaan yang kita sudah tahu jawabannya, dan jawabannya itu sangat mudah. Namun ketika aku merenungi sebuah pertanyaan kecil itu, timbullah rasa takjub dalam hatiku. Awan yang selalu menghiasi langit di atas sana, awan yang selalu menggambarkan suasana langit. Awan selalu saja mengambang diatas langit, terkadang lucu ketika dia membentuk sesuatu. Ada yang membentuk seperti wajah manusia, seperti binatang – binatang, seperti gunung, bahkan ada yang menuliskan sesuatu, dan lain – lain. Yang membuat aku takjub, kok bisa yah awan itu mengambang diatas udara di ketinggian sana? Padahal jika dilihat tidak ada tiang penyangga di muka bumi ini, dan ketika aku terbang diatas awan, tidak ada tali yang menggantungkan awan dari langit angkasa, kok bisa dia dengan tenang dan setabil mengambang diatas sana? Ada apa yang membuatnya begitu?
Ah sepertinya pertanyaanku ini mengada ada, tapi memang ada kan? Hehe… meskipun jawabannya kita sudah sama – sama tahu, bahwa semua itu adalah Allah yang telah mengatur itu semua. Tapi dari hal kecil itulah aku merasa menjadi makhluk yang tidak punya daya apa – apa. Ilmu kita tidaklah berarti apa – apa dibanding dengan ilmu Allah, bahkan untuk hal kecil semacam awan yang mengambang tanpa tiang penyangga dan tanpa tali yang menggantungkannya. Subhanallah betapa ilmu Allah sangat tak terhingga.
Setelah pesawat mendarat di bandara Sukarno Hatta, kami turun dari pesawat. Kebetulan disana sudah ada kakak yang menunggu sejak beberapa jam yang lalu. Setelah masuk ke dalam mobil, akhirnya kami berjalan menyusuri jalan – jalan kota Jakarta. Dan dapat anda bayangkan, Jakarta, kota tersibuk di Indonesia, dan mungkin kota terpadat juga panas. Di jalan kami dihadapkan pada pemandangan yang tidak asing yaitu macet. Sudah panas macet pula, waduh,,, tapi kami masih beruntung, biarpun mobil kami sudah tua tapi AC masih berfungsi meskipun dinginnya sudah agak kurang tapi Alhamdulillah masih enak. Dengan sabar kami menyusuri jalan yang sudah seperti tempat parkir mobil saja. Sesekali kami melewati jejeran gedung – gedung bertingkat yang terlihat begitu kokoh dan megah. Dari situ tampak bahwa Jakarta memang kota yang maju, karena banyak gedung – gedung tempat duduk manusia berdasi. Semoga saja mereka memang manusia beneran, bukan para tikus yang katanya juga sekarang bisa pakai dasi.
Setelah beberapa jam akhirnya kami sampai di rumah kontrakkan kakakku yang berada di bogor. Disana suasananya terasa lebih sejuk dibandingkan dengan kota Jakarta. Disana kami disambut oleh keponakanku yang dulu masih kecil, tapi sekarang subhanallah kok sudah besar yah? Haha… lagi – lagi pertanyaan yang menggelitik. Kami sampai di tempat kakakku sekitar jam 16.00. karena sudah sore akhirnya kami memutuskan untuk menginap semalam untuk melanjutkan perjalanan ke kampong halaman.
Esok harinya, setelah sholat subuh kami langsung bersiap – siap untuk melanjutkan perjalanan ke kampong tempat kelahiran. Setelah berkemas – kemas akhirnya kami berpamitan kepada keluarga kakakku, kebetulan kakakku belum waktunya pulang, maklum masih harus bekerja beberapa hari. Tapi nanti pulangnya juga nda ke kampung halaman dia, nanti dia akan pulang ke kampung istrinya yaitu Palembang. Akhirnya dengan mengucap basmallah, kami melanjutkan perjalanan pulang. Kebetulan lalulintas masih agak lengang, mungkin karena masih pagi. Sesekali terjadi macet di pintu masuk tol, tapi sejauh ini lancar – lancar saja. Di sepanjang jalan tol berjejer papan – papan iklan di kanan – kiri jalan. Kebanyakan mereka sudah idul fitri duluan, hehe…. Kenapa aku bilang idul fitri duluan, yah karena mereka sudah saling ucap idul fitri dalam tulisan tersebut. Mungkin sudah tidak sabar ingin merayakannya kali yah, seperti rasa tidak sabarku untu berjumpa denga keluarga di kampung.
Sesekali kami istirahat di tempat – tempat peristirahatan di jalan tol untuk membeli sesuatu. keluarga di kampong sudah berkali – kali menghubungi via telepon. Mungkin mereka khawatir terjadi apa – apa, mungkin mereka juga sudah tidak sabar untuk bertemu dengan kami. Tapi kami selalu mengabarkan bahwa kami masih dalam perjalanan, dan sebentar lagi sampai.
Akhirnya setelah beberapa kali istirahat di jalan, kami sampai di kampung halaman. Di depan rumah sudah berdiri menyambut sang ayah dan bunda. Sesaat suasana haru mengalir ketika kami berpelukkan. Ibuku meneteskan airmata ketika memelukku. Sepertinya airmata rindu yang sudah lama tertahan, mataku jadi latah meneteskan airmata deh.
Tapi setelah itu, suasana memang terasa agak berbeda setelah aku tinggal setahun yang lalu. Ada tetangga baru di depan rumah, ada juga rumah yang dibongkar dan orangnya sudah pindah ke tempat yang jauh. Yah begitulah keadaan. Dan tahukah anda, di kampungku suasananya dingin banget. Kami sampai disana sekitar jam 4 sore, dan disana serasa air itu berubah menjadi es semua. Mau mandi rasanya malass sekali,, haha,,, bahkan ketika disuruh mandi kita semua saling tuding sana – sini siapa yang duluan. benar – benar suasana kemarau yang sangat dingin, tapi sejuk. Eits…. akhirnya aku mandi juga kok, tapi pakai air hangat,, hussshhh… segar rasanya setelah mandi. Setelah itu barulah waktu berbuka tiba.
Ini ceritaku… mana ceritamu??
Alhamdulillah setelah perjalanan yang begitu panjang dan melelahkan, akhirnya aku sampai di tujuan dengan selamat, tidak kurang suatu apapun. Meskipun perjalanan ini terasa melelahkan, namun jejak – jejak kisah yang terekam serasa tidak akan terlupakan dalam memori di kepalaku. Banyak cerita yang mengiringi sekian jam perjalanan dari pulau yang sangat kaya raya menuju kepada tanah kelahiran yang selalu dirindukan.
Seperti tahun – tahun sebelumnya, di setiap akhir bulan ramadhan ada sebuah tradisi yang memang sudah mengakar di negeri Indonesia yaitu mudik. Dan mudik kali ini ada sedikit hal yang berbeda. Aku mudik bersama – sama dengan keluarga kakakku, dengan dua orang keponakan yang lucu – lucu.
Perjalanan kami dimulai dari menaiki sebuah pesawat terbang. Karena jangkauan perjalanan kami sangat jauh, jadi pesawat terbang menjadi sarana yang tak bisa ditinggalkan. Seperti biasa, ada sebuah hal yang sangat menakjubkan yang aku lihat setiap kali aku berada di dalam pesawat terbang. Pemandangan menakjubkan yang aku maksud bukanlah para pramugari yang cantik – cantik dan ramah, karena menurut aku itu adalah hal yang biasa. Tapi ada hal yang lebih dari itu, ada sebuah hal yang mungkin bagi semua orang adalah hal yang biasa, tapi menurut aku itu adalah hal yang sangat menakjubkan. Dan itu bisa kita rasakan ketika kita berada di atas ketinggian. Sebenarnya tidak dilihat dari ketinggian juga bisa, tapi lebih terasa menakjubkan ketika itu dalam ketinggian. Hal itu adalah awan.
Setiap kali di dalam pesawat terbang di ketinggian yang setabil, sejauh mata memandang di jendela yang ada hanyalah kumpulan awan – awan yang membentang mengisi hamparan langit yang sangat luas. Ada sebuah pertanyaan kecil yang mungkin sangat menggelitik, pertanyaan yang kita sudah tahu jawabannya, dan jawabannya itu sangat mudah. Namun ketika aku merenungi sebuah pertanyaan kecil itu, timbullah rasa takjub dalam hatiku. Awan yang selalu menghiasi langit di atas sana, awan yang selalu menggambarkan suasana langit. Awan selalu saja mengambang diatas langit, terkadang lucu ketika dia membentuk sesuatu. Ada yang membentuk seperti wajah manusia, seperti binatang – binatang, seperti gunung, bahkan ada yang menuliskan sesuatu, dan lain – lain. Yang membuat aku takjub, kok bisa yah awan itu mengambang diatas udara di ketinggian sana? Padahal jika dilihat tidak ada tiang penyangga di muka bumi ini, dan ketika aku terbang diatas awan, tidak ada tali yang menggantungkan awan dari langit angkasa, kok bisa dia dengan tenang dan setabil mengambang diatas sana? Ada apa yang membuatnya begitu?
Ah sepertinya pertanyaanku ini mengada ada, tapi memang ada kan? Hehe… meskipun jawabannya kita sudah sama – sama tahu, bahwa semua itu adalah Allah yang telah mengatur itu semua. Tapi dari hal kecil itulah aku merasa menjadi makhluk yang tidak punya daya apa – apa. Ilmu kita tidaklah berarti apa – apa dibanding dengan ilmu Allah, bahkan untuk hal kecil semacam awan yang mengambang tanpa tiang penyangga dan tanpa tali yang menggantungkannya. Subhanallah betapa ilmu Allah sangat tak terhingga.
Setelah pesawat mendarat di bandara Sukarno Hatta, kami turun dari pesawat. Kebetulan disana sudah ada kakak yang menunggu sejak beberapa jam yang lalu. Setelah masuk ke dalam mobil, akhirnya kami berjalan menyusuri jalan – jalan kota Jakarta. Dan dapat anda bayangkan, Jakarta, kota tersibuk di Indonesia, dan mungkin kota terpadat juga panas. Di jalan kami dihadapkan pada pemandangan yang tidak asing yaitu macet. Sudah panas macet pula, waduh,,, tapi kami masih beruntung, biarpun mobil kami sudah tua tapi AC masih berfungsi meskipun dinginnya sudah agak kurang tapi Alhamdulillah masih enak. Dengan sabar kami menyusuri jalan yang sudah seperti tempat parkir mobil saja. Sesekali kami melewati jejeran gedung – gedung bertingkat yang terlihat begitu kokoh dan megah. Dari situ tampak bahwa Jakarta memang kota yang maju, karena banyak gedung – gedung tempat duduk manusia berdasi. Semoga saja mereka memang manusia beneran, bukan para tikus yang katanya juga sekarang bisa pakai dasi.
Setelah beberapa jam akhirnya kami sampai di rumah kontrakkan kakakku yang berada di bogor. Disana suasananya terasa lebih sejuk dibandingkan dengan kota Jakarta. Disana kami disambut oleh keponakanku yang dulu masih kecil, tapi sekarang subhanallah kok sudah besar yah? Haha… lagi – lagi pertanyaan yang menggelitik. Kami sampai di tempat kakakku sekitar jam 16.00. karena sudah sore akhirnya kami memutuskan untuk menginap semalam untuk melanjutkan perjalanan ke kampong halaman.
Esok harinya, setelah sholat subuh kami langsung bersiap – siap untuk melanjutkan perjalanan ke kampong tempat kelahiran. Setelah berkemas – kemas akhirnya kami berpamitan kepada keluarga kakakku, kebetulan kakakku belum waktunya pulang, maklum masih harus bekerja beberapa hari. Tapi nanti pulangnya juga nda ke kampung halaman dia, nanti dia akan pulang ke kampung istrinya yaitu Palembang. Akhirnya dengan mengucap basmallah, kami melanjutkan perjalanan pulang. Kebetulan lalulintas masih agak lengang, mungkin karena masih pagi. Sesekali terjadi macet di pintu masuk tol, tapi sejauh ini lancar – lancar saja. Di sepanjang jalan tol berjejer papan – papan iklan di kanan – kiri jalan. Kebanyakan mereka sudah idul fitri duluan, hehe…. Kenapa aku bilang idul fitri duluan, yah karena mereka sudah saling ucap idul fitri dalam tulisan tersebut. Mungkin sudah tidak sabar ingin merayakannya kali yah, seperti rasa tidak sabarku untu berjumpa denga keluarga di kampung.
Sesekali kami istirahat di tempat – tempat peristirahatan di jalan tol untuk membeli sesuatu. keluarga di kampong sudah berkali – kali menghubungi via telepon. Mungkin mereka khawatir terjadi apa – apa, mungkin mereka juga sudah tidak sabar untuk bertemu dengan kami. Tapi kami selalu mengabarkan bahwa kami masih dalam perjalanan, dan sebentar lagi sampai.
Akhirnya setelah beberapa kali istirahat di jalan, kami sampai di kampung halaman. Di depan rumah sudah berdiri menyambut sang ayah dan bunda. Sesaat suasana haru mengalir ketika kami berpelukkan. Ibuku meneteskan airmata ketika memelukku. Sepertinya airmata rindu yang sudah lama tertahan, mataku jadi latah meneteskan airmata deh.
Tapi setelah itu, suasana memang terasa agak berbeda setelah aku tinggal setahun yang lalu. Ada tetangga baru di depan rumah, ada juga rumah yang dibongkar dan orangnya sudah pindah ke tempat yang jauh. Yah begitulah keadaan. Dan tahukah anda, di kampungku suasananya dingin banget. Kami sampai disana sekitar jam 4 sore, dan disana serasa air itu berubah menjadi es semua. Mau mandi rasanya malass sekali,, haha,,, bahkan ketika disuruh mandi kita semua saling tuding sana – sini siapa yang duluan. benar – benar suasana kemarau yang sangat dingin, tapi sejuk. Eits…. akhirnya aku mandi juga kok, tapi pakai air hangat,, hussshhh… segar rasanya setelah mandi. Setelah itu barulah waktu berbuka tiba.
Ini ceritaku… mana ceritamu??
No comments:
Post a Comment
Kalau sudah baca, silakan berkomentar ya...!!