Hubungan antar desa di pulau tersebut juga tidak harmonis. Satu desa dengan desa yang lain sulit sekali untuk saling berinteraksi dengan damai. Selain karena faktor jarak mereka yang sangat berjauhan, tapi juga kultur kebudayaan yang berbeda sering menjadi pemicu pertikaian. Peraturan dari setiap desa di pulau tersebut berbeda – beda, menambah ruwet hubungan diantara mereka.
Meskipun di tanah yang tandus dan sulit mencari sumber air serta makanan. Namun seperti sudah menjadi hukum alam, dimana ada beberapa suku disitu akan ada yang lebih berpengaruh. Yang lebih kuat yang berkuasa itulah seleksi alam. Diantara desa – desa tersebut seperti terbentuk kasta – kasta secara otomatis. Sehingga desa yang kuatlah yang bisa menguasai pulau tersebut. Di pulau tersebut memang ada salah satu desa yang sangat ditakuti oleh desa lain. Jika desa tersebut menginginkan sesuatu, maka desa lain harus memberikannya. Pemimpinnya sangat berwibawa dan teknologi di desa tersebut sudah lebih maju dari desa lainnya. Sebut saja desa yang berkuasa tersebut adalah desa Amrik.
Orang – orang di desa Amrik relatif lebih pintar dari orang di desa lainnya. Mereka memiliki pendidikan yang cukup dan kehidupan yang mewah. Namun untuk memenuhi standar kehidupan mereka dibuthkan sumber daya yang banyak. Kini di desa Amrik sedang mengalami kekurangan sumber utama yaitu Air. Air memang sangat dibutuhkan di pulau yang kering itu. Dan mereka sedang berusaha untuk mencari sumber air yang melimpah di pulau untuk memenuhi kebutuhan mereka. Namun mereka juga menyadari, bahwa semua desa di pulau tersebut sedang mengalami krisis yang serupa, yakni krisis air. Karena tanah di pulau itu terkenal kering dan tandus.
Ada hal yang menarik diantara berberapa desa yang terdapat di pulau tersebut. Disana ada sebuah desa yang tidak memiliki pengaruh besar kala itu. Warga desa tersebut memang tidak terlalu menyukai hal – hal yang berbau kekerasan. Mereka menganggap kekuasaan itu adalah hal yang sangat kejam. Karena kekuasaan identik dengan menindas yang lemah. Warga di desa tersebut sangat baik dengan sesama warga yang lain. Mereka juga sangat ramah dengan tamu dari desa yang lain. Tidak tampak di wajah mereka rasa benci terhadap orang lain.
Sebut saja desa yang warganya baik tersebut sebagai desa Nusia. Orang – orang di desa Nusia ini saking ramahnya kepada setiap orang, jika ada tamu berkunjung ke rumahnya maka segala apa yang mereka punya akan dikasihkan. Apa yang tamu inginkan pasti akan diberikan semampu mereka. Hal inilah yang menjadi daya tarik desa – desa lain untuk berkunjung ke desa Nusia tersebut. Sehingga banyak orang – orang dari desa asing yang masuk ke desa tersebut. Mulai dari orang yang hanya ingin berkunjung saja atau berwisata menikmati keramahan warga disitu. Hingga orang dari desa yang dianggap berkuasa di pulau tersebut juga datang kesitu.
Suatu ketika datanglah orang – orang dari desa yang berkuasa ke desa Nusia. Awalnya mereka hanya ingin sekedar bertamasya saja ke situ. Mereka tinggal untuk beberapa minggu disana dan mereka sangat senang dengan sambutan yang datang dari warga desa setempat. Hingga suatu hari, ketika orang – orang amrik sedang berjalan – jalan di sudut desa Nusia, mereka dikejutkan oleh sebuah temuan yang tidak di duga – duga sebelumnya. Di sudut desa tersebut mereka menemukan sumber mata air yang dibutuhkan oleh pulau tersebut selama ratusan tahun. Dan sumber mata air tersebut tidak akan pernah ada habisnya karena muncul dari pusat bumi langsung.
Melihat temuan itu orang – orang dari desa Amrik kemudian memberikan laporan kepada kepala desa Nusia. Orang – orang Amrik tahu betul bahwa orang – orang di desa Nusia sangat ketinggalan dalam hal pendidikan. Bisa dikatakan bahwa orang – orang desa Nusia itu masih bodoh karena belum mendapatkan pendidikan yang cukup. Mereka mendatangi kepala desa Nusia dan menceritakan apa yang diketemukannya tersebut. Mendengar hal tersebut, kepala desa Nusia sangat senang sekali. Akan tetapi dia kebingungan untuk mengelola sumber mata air tersebut. Dia merasa tidak bisa untuk mengelola sumber mata air yang berhaga tersebut, karena di desanya teknologi belum canggih dan orang – orang yang pintarpun belum banyak.
Melihat peluang yang sangat terbuka tersebut, orang – orang Amrik tidak tinggal diam. Orang – orang amrik menyadari betul bahwa sumber mata air tersebut akan sangat berguna bagi pulau tersebut dan terutama untuk menghidupi desanya agar tetap berkuasa di pulau. Akhirnya orang – orang dari desa Amrik tersebut menawarkan kerja sama dengan kepala desa Nusia. Orang Amrik tersebut menawarkan kerjasama untuk mengelola sumber mata air tersebut agar bisa dimanfaatkan. Mereka yang memiliki teknologi canggih dan peralatan yang memadai merasa bahwa hanya mereka yang bisa mengelola ini, sedangkan orang – orang dari desa Nusia tidak akan mampu mengelolanya. Dan kepala desa Nusia pun setuju.
Kontrak antara dua desa pun ditandatangani. Desa Nusia bekerjasama dengan desa Amrik untuk mengelola sumber air. Dalam perjanjian tersebut tertulis bahwa Desa Nusia menyediakan lahan sumber air dan Desa Amrik yang mengelolanya. Tidak hanya itu, Desa Nusia sekaligus menyediakan tenaga kerja “murah” yang siap untuk membantu memperlancar proses produksi. Dan orang – orang Amrik hanya cukup mengawasi pekerja dari desa Nusia untuk bekerja, karena mereka dianggap lebih pintar dan berpendidikan. Pengelolaan dimulai. Orang – orang amrik mulai mengirim peralatan – peralatan canggih ke desa Nusia. Orang – orang Nusia merasa kagum dengan peralatan yang tidak pernah dilihtanya itu. Akhirnya sumber mata air itupun digali dan dieksploitasi. Setelah di gali hasil dari sumber mata air tersebut dikirim ke desa Amrik. Semua hasil dikirim ke desa Amrik, berjuta – juta kontainer berdatangan silih berganti hanya untuk membawa hasil air tersebut ke desa Amrik. Desa Amrikpun terlihat semakin maju. Orang – orang disana tidak khawatir lagi akan kekurangan air. Karena air kini sudah lancar setiap hari didapatkan. Orang – orang Amrik sangat bahagia dengan hal ini.
Akan tetapi pemandangan berbeda terlihat di desa Nusia. Semakin tahun semakin digali sumber air tersebut, kehidupan orang – orang di desa Nusia tidak berubah. Bahkan mereka semakin menderita karena tidak mendapatkan pasokan air yang cukup. Kehidupan rakyat di sekitar sumber mata air malah lebih menderita lagi. Setelah rumah mereka tergusur karena harus dijadikan tempat galian air, mereka malah dilanda kekeringan karena sumber air mulai tersedot oleh alat – alat canggih orang Amrik. Melihat penderitaan warga desa Nusia semakin bertambah sementara desa Amrik semakin maju, akhirnya muncullah perasaan “terdzolimi” di benak warga desa. Mereka memprotes kepala desa agar segera memperbaiki taraf hidup masyarakatnya.
Mendapatkan laporan dari warga desanya, kepala desa Nusia merasa bertanggung jawab. Akhirnya didatangilah kepala desa Amrik. Mereka berunding tentang masalah kesejahteraan warga desa Nusia yang semakin menderita karena seluruh hasil buminya dibawa ke Amrik. Tapi karena orang Amrik lebih pintar daripada orang Nusia akhirnya kepala desa Nusia dibodohi. Amrik tidak mau memperbaharui perundingan hanya saja si kepala desa Nusia tersebut beserta pejabat desa lainnya akan mendapatkan fasilitas lengkap dari Amrik. Mereka akan mendapatkan “beberapa persen” keuntungan dari hasil bumi tersebut. Dan mereka akan hidup makmur.
Kepala desa Nusia yang bodoh itu mau saja dengan semua itu. Dan memang benar para pejabat mendapatkan fasilitas dan uang yang melimpah. Mereka semakin kaya dan keluarganya semakin makmur. Namun rakyatnya malah semakin menderita. Rakyatnya tidak bisa berbuat banyak. Kepala desa memutuskan bahwa rakyatnya akan mendapatkan air yang diinginkannya tapi dengan syarat harus “beli”. Mau tidak mau rakyat desa Nusia membeli air dari pemerintah. Mereka membeli air tersebut dari pom – pom air yang sudah disediakan.
Awalnya warga desa Nusia masih bisa memenuhi kebutuhan mereka tersebut dengan membeli air di pom. Namun dari tahun ke tahun harga air semakin meningkat. Dengan dalih produksi yang mahal, mereka menaikkan harga jual air kepada masyarakat. Masyarakat mulai kebingungan lagi. Mereka banyak yang tidak mampu untuk membeli air yang semakin mahal itu. Warga desa Nusia banyak yang tersiksa, bahkan banyak yang meninggal karena tidak bisa mendapatkan air yang dibutuhkan.
Sementara kepala desa dan jajarannya tidak mempedulikan mereka. Mereka hidup bersenang – senang diatas penderitaan rakyatnya. Mereka lupa bahwa masyarakat telah mengamanahkan kepemimpinan kepada mereka untuk memakmurkan kehidupan desa. Namun nyatanya, karena kebodohan mereka, mereka malah menjual aset milik desa kepada desa Amrik.
Orang – orang amrik merasa mendapatkan harta karun yang sangat berharga dari desa Nusia. Mereka sekarang hidup makmur dengan air yang cukup. Bahkan mereka hidup bermewah – mewahan dengan menghambur – hamburkan air yang didapatkan dari desa Nusia. Mereka telah merampas hak – hak warga desa Nusia. Dan sekarang mereka menikmati hasil rampokkan mereka.
Di sisi lain. Warga desa Nusia semakin hari semakin menderita. Bahkan ada yang sampai mati karena kekurangan air tersebut. Ironis sekali, air yang berada di desanya malah diambil oleh desa lain. Dan yang membuat miris lagi, warga desa setempat harus membeli air yang sebenarnya adalah hak milik mereka. Seharusnya mereka mendapatkan air itu secara gratis dan Cuma – Cuma karena ini adalah milik mereka. Namun kini mereka harus bayar kepada asing untuk mendapatkan setetes air milik sendiri.
--//////////-\\\\\\\\\\\--
Itulah sekelumit kisah nyata dari peradaban dunia saat ini. Dimana kapitalisme telah merongrong negara – negara yang memiliki sumber daya alam yang banyak. Mereka mengeruk sumberdaya alam tersebut dan membawanya ke negeri – negeri mereka. Mereka menjajah dengan penjajahan gaya baru yakni demokrasi kapitalisme. Jika kita membuka mata kita maka desa “Nusia” di atas adalah negeri kita yaitu Indonesia, dan desa “Amrik” itu tidak lain adalah amerika.
Kita sama – sama tahu bahwa sumber kekayaan negeri kita Indonesia begitu melimpah, mulai dari darat sampai lautan. Bahkan perut bumipun mengandung emas dan uranium serta barang – barang tambang lain. Sumber daya alam itu tidak dimiliki oleh negeri – negeri manapun di bumi ini. Negeri Indonesia adalah surga dunia yang kaya akan sumber daya alam. Negeri Indonesia adalah negeri terkaya di bumi ini yang Allah ciptakan. Tidak ada yang menyamai kekayaan negeri ini.
Namun karena kebodohan dari para pemimpin negeri ini. Maka kekayaan itu mereka “berikan” kepada para penjajah kapitalisme terutama Amerika. Ingat satu kata kekayaan alam Indonesia “Diberikan” apa?? “Diberikan” secara Cuma – Cuma kepada penjajah Amerika. Sungguh tidak masuk akal sekali pemimpin negeri ini. Mereka hanya diberikan “secuil” kekayaan dari hasil bumi Indonesia saja sudah luluh hatinya. Padahal hanya dengan “secuil” harta itu (yang diambil dari kekayaan indonesia) mereka bisa menghidupi keluarganya hingga tujuh turunan.
Itulah gambaran pemimpin “boneka” dari sistem demokrasi yang diterapkan indonesia. Pemimpin boneka macam itu tidak akan mungkin memikirkan rakyatnya. Yang mereka pikirkan hanyalah “perut” pribadi dan keluarganya saja. Karena mereka hidup hanya untuk melayani “tuan” nya saja yakni Amerika.
Coba sadari,, sumber daya alam kita melimpah, minyak bumi juga banyak, batu – bara melimpah, gas alam ndak ada habisnya. Tapi kita disuruh “membeli” semua itu jika kita ingin menikmatinya. Padahal sumber daya itu milik kita indonesia, namun rakyat indonesia harus membelinya. Alasan mereka adalah produksi yang mahal. Padahal untuk memproduksi atau mengolah satu liter bensin misalnya, kita hanya butuh Rp. 800,00 tidak nyampai seribu. Tapi kita harus membelinya berkali – kali lipat.
Itu semua karena kita harus membelinya dari luar negeri. Sangat tidak masuk akal, kita yang punya bahan baku, trus bahan baku itu kita berikan ke luar negeri untuk diolah. Setelah jadi, kita yang punya bahan baku malah disuruh beli. Sungguh tidak masuk akal.
Itulah hakikat sistem kapitalisme. Kapitalisme tidak menghendaki rakyat untuk hidup makmur. Kapitalisme menghendaki semua hal di dunia ini harus dibeli. Dalam rumus kapitalisme menyebutkan “tidak ada yang tidak bayar” ini artinya semua hal harus kita beli dengan uang. Dengan begitu maka hanya yang punya modal lah yang bisa berkuasa. Yang tidak punya uang tetap hidup dalam lingkaran setan kemiskinan yang sudah tersistem. Yang kaya makin kaya yang miskin makin miskin.
Akankah kita diam saja dengan keadaan yang seperti ini??
Indonesia... harus bisa bangkit. Indonesia harus mampu keluar dari lingkaran kapitalisme busuk. Sistem kapitallisme yang selalu merugikan rakyat kecil.
Tentunya tidak dengan Demokrasi!! Karena sejatinya, demokrasi adalah anak emas dari kapitalisme.
Wallohu a’lam.
No comments:
Post a Comment
Kalau sudah baca, silakan berkomentar ya...!!